Rabu, 17 April 2013

Kisah Hidup Pengamen

Di lorong-lorong pertokoan...
Aku bernyanyi lagu sederhana...
Demi kehidupan yang harus kujalani...

Lagu sendu ini tiba-tiba terlintas dipikiranku. Lagu yang sering kudengarkan di kala aku masih usia SD. Lagu anak-anak yang menceritakan perjuangan hidup. Perjuangan hidup yang harus dilalui seorang anak. Ya seorang anak.... anak pengamen. Hidup dengan serba kekurangan, terkadang menuntut seseorang untuk memutar otaknya. Memutar otak untuk menemukan sumber-sumber nafkah yang bisa digunakan untuk menyambung hidup. Salah satunya adalah mengamen.



Pengamen adalah profesi penjual jasa. Jasa menghibur dengan suara dan musik. Walau terkadang obyek yang dihibur merasa terganggu atas jasa yang diberikan para pengamen. Pengamen merupakan pekerjaan yang tak perlu banyak modal. Hanya berbekal sebuah alat musik sederhana yang terbuat dari lempengan tutup botol, sesorang sudah dapat mengais rejeki. Tak perlu suara bagus kalau hanya mengamen. Suara serak dan musik asal-asalan saja sudah cukup untuk menyambung hidup. Yah, karena hal inilah yang membuat para orang yang dihibur lebih merasa terganggu daripada menikmati sajian hiburan musik dari para pengamen. Mereka memberi uang hanya agar si pengamen cepat pergi agar telinga mereka bisa lebih sehat. (Wow, berarti pengamen punya daya tarik yah. Daya tarik untuk mengusir.)

Tapi bukan berarti semua pengamen tidak bermodal seperti itu. Masih banyak pengamen-pengamen yang bermodal. Banyak pengamen dengan menggunakan alat musik akustik lengkap. Hal-hal seperti mudah sekali ditemui di kota-kota besar di Indonesia. Dan tak jarang para pengamen bermodal ini berasal dari kalangan orang-orang berada. Mahasiswa misalnya. Mereka mengamen hanya untuk mengisi waktu luang atau menjalankan tugas di kelas kesenian mereka.

Dari warna-warna pengamen tadi, menurut saya ada suatu hal yang ironis tentang pengamen. Eksploitasi anak untuk mengamen. Di kota-kota besar, banyak orang tua yang mengeksploitasi anak untuk mencari nafkah. Salah satunya adalah mengamen. Suatu kejadian yang pernah saya telusuri di kawasan Cililitan, Jakarta.  Seorang anak yang dimarahin ayahnya karena tidak mendapatkan uang 50.000 rupiah. Mereka sudah dipatok oleh si pemilik anak agar dapat menghasilkan uang minimal 50.000 rupiah per malam. Dan setelah saya telusuri, si ayah tadi mempunyai enam orang anak. Dan semua anak dipaksa untuk menjadi pengamen. Bayangkan saja penghasilan yang didapat si ayah dengan cara mengeksploitasi anak-anak itu.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Top WordPress Themes